Shrekking

Fenomena Shrekking di Media Sosial

Media sosial belakangan ramai membicarakan tren kencan baru yang disebut Shrekking. Fenomena ini muncul di kalangan Gen Z dan dengan cepat menjadi topik perdebatan. Bukan sekadar istilah lucu, tren ini dianggap berbahaya karena dinilai toxic dan tidak sehat untuk hubungan.

Awalnya, kata Shrek identik dengan film animasi populer. Namun kini istilah tersebut berkembang menjadi sebutan dalam dunia percintaan yang punya arti berbeda.


Apa Itu Shrekking?

Melansir Cosmopolitan, Shrekking merujuk pada tindakan seseorang yang sengaja menjalin hubungan dengan orang yang dianggap berada di bawah standar pribadinya. Alasan utamanya adalah karena merasa hubungan akan lebih mudah dijalani, dengan posisi diri yang dianggap “lebih tinggi.”

Namun, realitanya sering jauh dari ekspektasi. Banyak yang justru mengalami ke-Shrekked—ditolak atau dibuat patah hati oleh orang yang sebelumnya mereka remehkan.


Mengapa Shrekking Dianggap Toxic

Konsep Shrekking lahir dari pola pikir bahwa dunia percintaan memiliki “tingkatan.” Orang dipandang lebih tinggi atau rendah berdasarkan faktor seperti penampilan, usia, penghasilan, hingga status sosial.

Jika hubungan dimulai dengan dasar meremehkan, kecil kemungkinan akan berakhir sehat. Hubungan bisa dipenuhi rasa tidak tulus, minim rasa hormat, dan pada akhirnya justru berujung pada kekecewaan bagi kedua belah pihak.


Alasan Banyak Orang Mencoba Shrekking

Kelelahan menghadapi drama percintaan modern membuat sebagian orang mencoba jalan pintas. Salah satunya adalah berpacaran dengan orang yang dianggap “tidak selevel,” berharap hubungan lebih aman dan stabil.

Sayangnya, strategi ini justru sering menjadi bumerang. Tanpa ketertarikan yang tulus, hubungan sulit bertahan lama dan bahkan berpotensi menambah luka baru.


Refleksi untuk Hubungan yang Lebih Sehat

Jika pernah merasakan ke-Shrekked, mungkin saatnya untuk introspeksi. Alih-alih menyalahkan pasangan, coba pahami apa yang sebenarnya dicari dalam hubungan.

Cinta sejati tidak bergantung pada siapa lebih tinggi atau rendah, melainkan pada keterhubungan yang nyata. Hubungan yang dijalani hanya untuk menghindari rasa sakit biasanya justru berakhir lebih menyakitkan.

Baca Juga: Dunia Mode Berduka, Giorgio Armani Tutup Usia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *