Pariwisata Musik Layak Masuk Agenda Strategis Nasional untuk Pengembangan Ekonomi Kreatif

Penonton menikmati konser musik di Prambanan Jazz Festival

Pariwisata Musik Layak Masuk Agenda Strategis Nasional

Jakarta – Setiap tahun, ribuan orang berkumpul di kaki Candi Prambanan tidak hanya untuk menikmati konser, tetapi juga merayakan pengalaman kolektif dalam festival musik lintas generasi, seperti Prambanan Jazz Festival. Fenomena serupa terjadi di berbagai daerah Tanah Air, terutama pada musim liburan Juni hingga Agustus, seperti Jazz Gunung di Bromo, Forestra di Cikole, dan Jazz Atas Awan di Dieng. Festival-festival ini memadukan musik, kuliner, dan budaya lokal yang kaya.

Namun, dalam peta kebijakan pariwisata nasional, festival-festival musik ini masih sering dipandang sebagai acara hiburan semata, bukan bagian dari ekosistem pariwisata strategis. Padahal, secara global, pariwisata musik merupakan kekuatan ekonomi, sosial, dan budaya yang signifikan. Laporan Custom Market Insights (2023) mencatat pasar pariwisata musik global bernilai USD 6,6 miliar dan diprediksi meningkat menjadi USD 13,8 miliar pada 2032.

pariwisata musik sebagai Daya Tarik Wisata

Pariwisata musik mengacu pada perjalanan ke destinasi yang berkaitan dengan pengalaman musik, seperti menghadiri konser, festival, atau menikmati budaya musik lokal. Bolderman (2022) menjelaskan pariwisata musik sebagai pengalaman musik dan pengalaman tempat yang menjadi daya tarik wisata sekaligus sarana pertukaran budaya.

Indonesia memiliki potensi besar dengan kekayaan musik yang beragam, mulai dari gamelan, dangdut, musik etnik hingga festival jazz modern. Pariwisata musik seperti Prambanan Jazz menjadi ruang interaksi emosional, penciptaan memori kolektif, pariwisata musik dan penggerak ekonomi lokal, terutama bagi pelaku UMKM dan komunitas kreatif di sekitarnya.

Era Ekonomi Pengalaman

Konsep ekonomi pengalaman yang diperkenalkan Pine & Gilmore menjadi kunci memahami pariwisata musik saat ini. Wisatawan mencari bukan hanya tempat, tetapi pengalaman yang membuat mereka terhubung dan terhibur. Musik menawarkan pengalaman imersif lintas bahasa dan budaya, dengan estetika lokasi, edukasi budaya, escapism, dan hiburan yang terpadu.

Era digital juga memperluas jangkauan pengalaman wisata musik melalui media sosial dan konten digital yang memperpanjang umur promosi destinasi.

Tantangan pariwisata musik Kebijakan dan Kolaborasi

Sayangnya, potensi pariwisata musik belum sepenuhnya diakomodasi dalam kebijakan pariwisata nasional. Festival seringkali terpisah dari strategi pembangunan berkelanjutan, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan masih minim. Masalah pembiayaan, lisensi, dan aturan yang kurang adaptif menjadi kendala.

Diperlukan kerangka regulasi dan insentif yang mendorong kolaborasi lintas sektor, termasuk peran riset dan pengembangan dari institusi pendidikan.

Saatnya Menjadi Agenda Nasional

Jika desa wisata, geopark, dan wisata halal sudah menjadi agenda strategis, pariwisata musik juga harus diprioritaskan. Potensi ini bisa menguatkan citra bangsa, pelestarian budaya, dan pemberdayaan ekonomi lokal.

Kementerian dan pemerintah daerah perlu menyusun peta jalan pariwisata musik nasional yang meliputi pendanaan, pelatihan, standarisasi, dan promosi internasional. Festival musik harus menjadi bagian dari strategi pembangunan daerah dan nasional yang berkelanjutan.

Musik adalah bahasa universal. Ketika dipadukan dengan kekayaan budaya dan alam Indonesia, ia menciptakan pengalaman wisata tak terlupakan. Kini saatnya kita menjadi pelaku utama dalam orkestrasi pariwisata musik masa depan.